Minggu, 17 Februari 2013

menyerah

Pernah mendengar kata menyerah? Atau pernah mengalami saat-saat menyerah? Atau pernah terjebak dalam suatu kondisi yang tidak mengijinkan Anda menyerah meski Anda sangat menginginkannya?
Kalau menurut Saya, ini share aja lho ya bukannya mau maksa, yang namanya ‘menyerah’ itu dua sisi mata uang yang harusnya menjadi kasuistik (dan bukan normatif). Perhatikan kalimat ini bawah ini,


Inti kalimat di atas adalah: jangan menyerah! Pada saat tertentu memang sebaiknya jangan berpikir untuk menyerah. Saya sering menjejali kepala dengan kalimat itu, misalnya waktu kena macet keujanan pula. Atau waktu harus begadang untuk menyelesaikan pekerjaan yang membosankan. Atau waktu menderita flu berat tapi harus tetap bepergian. Dan seterusnya..
Untuk hal-hal yang Saya sebutkan di atas, bolehlah Anda tidak menyerah.

Untuk hal-hal lainnya, misalnya terjebak dengan seseorang atau banyak orang atau keadaan yang merugikan (tidak berguna, menghambat, atau hal lain yang bermuara pada ketidaknyamanan), sebaiknya pikirkan berkali-kali apakah Anda harus menyerah atau tidak. Nah, pada titik inilah ‘menyerah’ menjadi kasuistik dan bukan normatif.

Menyerah tidak selalu jelek untuk Saya, tidak selalu bagus juga dampaknya. Well, menurut Saya, di Indonesia Raya ini hanya ada dua jenis ‘menyerah’:
(1) ‘menyerah aja’, dan
(2) ‘menyerah banget’

Pada saat Saya ‘menyerah aja’, Saya masih menyediakan ruang untuk memulai lagi suatu saat nanti. Ketika ‘menyerah banget’ menjadi pilihan, maka anggap saja semua itu tidak pernah terjadi. Itu kalau Saya. Lagi-lagi Saya harus menggaris-bawahi bahwa ‘menyerah’ itu kasuistik.
Bagaimana interpretasinya ‘menyerah aja’ dan ‘menyerah banget’ ini atau mau memilih versi ‘menyerah’ yang mana itu semuanya terserah Anda sebagai yang punya hajat. Selamat menyerah dan tidak menyerah! ^^

some people think that it’s holding on that makes one strong;
sometimes it’s letting go.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar