Senin, 06 Mei 2013

the fault in our stars


“There will come a time,” I said, “when all of us are dead. All of us. There will come a time when there are no human beings remaining to remember that anyone ever existed or that our species ever did anything. There will be no one left to remember Aristotle or Cleopatra, let alone you. Everything that we did and built and wrote and thought and discovered will be forgotten and all of this”—I gestured encompassingly—“will have been for naught. Maybe that time is coming soon and maybe it is millions of years away, but even if we survive the collapse of our sun, we will not survive forever. There was time before organisms experienced consciousness, and there will be time after. And if the inevitability of human oblivion worries you, I encourage you to ignore it. God knows that’s what everyone else does.”
--- 
After I finished, there was quite a long period of silence as I watched a smile spread all the way across Augustus’s face—not the little crooked smile of the boy trying to be sexy while he stared at me, but his real smile, too big for his face. “Goddamn,” Augustus said quietly. “Aren’t you something else. 
Hazel & Ausgustus - The Fault in Our Stars by John Green

Saya sangat menyukai karakter Hazel di novel ini. Hazel adalah seorang teenager berusia 16 tahun yang menderita kanker paru-paru. Ketika Hazel digambarkan tidak suka keluar rumah dan bergaul, Saya berpikir bahwa menderita kanker membuat ia menolak berinteraksi dengan orang lain. Ternyata, memang begitulah Hazel. Diam di dalam rumah, membaca buku yang sama berkali-kali, menonton acara American Next Top Model sambil sibuk berkomentar, adalah sebagian dari aktiftas sehari-hari yang membuat Saya jatuh cinta dengan karekter Hazel. Karena sedikit banyak mirip Saya, melakukan berbagai aktivitas yang menurut orang lain sepele dan tidak penting dengan serius dan bersungguh-sungguh. 

Hazel menolak permintaan Ibunya untuk datang ke support group penderita kanker karena tidak ingin ketinggalan menonton American Next Top Model. Setelah diperoleh kesepakatan bahwa acara tersebut bisa direkam untuk ditonton kemudian, Hazel bersedia datang.

Hazel bertemu Augustus ketika mengikuti support group, menurut Hazel Augustus benar-benar HOT. Setelah mengenal Augustus melalui kacamata Hazel, menurut Saya Augustus memang benar-benar HOT. 

Patrick said, “Augustus, perhaps you’d like to share your fears with the group.” 
“My fears?”
“Yes.”
“I fear oblivion,” he said without a moment’s pause.  “I fear it like the proverbial blind man who’s afraid of the dark.”
“Too soon,” Isaac said, cracking a smile.
“Was that insensitive?” Augustus asked. “I can be pretty blind to other people’s feelings.”
Isaac was laughing, but Patrick raised a chastening finger and said, “Augustus, please. Let’s return to you and your struggles. You said you fear oblivion?”
“I did,” Augustus answered.

Hazel hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja untuk memutuskan bersedia menonton film (V for Vendetta!) di rumah Augustus dan lagi-lagi meminta ibunya untuk merekam tayangan American Next Top Model! LOL.

I turned to the car. Tapped the window. It rolled down. “I’m going to a movie with Augustus Waters,” I said. “Please record the next several episodes of the ANTM marathon for me.”

Ada satu kalimat keren dari Hazel yang tidak bisa Saya lupakan ketika orang tua Augustus mengajak makan malam bersama.

“You’re joining us for dinner, I hope?” asked his mom. She was small and brunette and vaguely mousy. “I guess?” I said. “I have to be home by ten. Also I don’t, um, eat meat?” 
“No problem. We’ll vegetarianize some,” she said. “Animals are just too cute?” Gus asked. 
“I want to minimize the number of deaths I am responsible for,” I said. Gus opened his mouth to respond but then stopped himself. His mom filled the silence. “Well, I think that’s wonderful.”

Saya membaca novel ini tanpa jeda, karena hanya 180 halaman dan karena Saya tidak mampu berhenti. Saya belajar sesuatu tentang kematian, kehidupan, cinta, dan orang lain dari kacamata Hazel Grace Lancaster. Kemudian air mata berderai-derai waktu Saya membaca surat Augustus untuk Van Houten tentang Hazel. Mungkin waktu waktu membaca novel itu Saya hanya sedang melankolis saja. Atau..  karena pada suatu titik Saya menyadari banyak hal yang terjadi di novel itu yang tidak terbayangkan bisa terjadi di dunia nyata (tapi di suatu tempat pada seseorang, serupa tapi tak sama, hal seperti itu bisa saja terjadi). 

Van Houten, 
I’m a good person but a shitty writer. You’re a shitty person but a good writer. We’d make a good team. I don’t want to ask you any favors, but if you have time—and from what I saw, you have plenty—I was wondering if you could write a eulogy for Hazel. I’ve got notes and everything, but if you could just make it into a coherent whole or whatever? Or even just tell me what I should say differently. 
Here’s the thing about Hazel: Almost everyone is obsessed with leaving a mark upon the world. Bequeathing a legacy. Outlasting death. We all want to be remembered. I do, too. That’s what bothers me most, is being another unremembered casualty in the ancient and inglorious war against disease. 
I want to leave a mark. 
But Van Houten: The marks humans leave are too often scars. You build a hideous minimall or start a coup or try to become a rock star and you think, “They’ll remember me now,” but (a) they don’t remember you, and (b) all you leave behind are more scars. Your coup becomes a dictatorship. Your minimall becomes a lesion. 
(Okay, maybe I’m not such a shitty writer. But I can’t pull my ideas together, Van Houten. My thoughts are stars I can’t fathom into constellations.) 
We are like a bunch of dogs squirting on fire hydrants. We poison the groundwater with our toxic piss, marking everything MINE in a ridiculous attempt to survive our deaths. I can’t stop pissing on fire hydrants. I know it’s silly and useless—epically useless in my current state—but I am an animal like any other. 
Hazel is different. She walks lightly, old man. She walks lightly upon the earth. Hazel knows the truth: We’re as likely to hurt the universe as we are to help it, and we’re not likely to do either. 
People will say it’s sad that she leaves a lesser scar, that fewer remember her, that she was loved deeply but not widely. But it’s not sad, Van Houten. It’s triumphant. It’s heroic. Isn’t that the real heroism? Like the doctors say: First, do no harm. 
--- etc.

Sabtu, 16 Maret 2013

jadi hijau seperti rica safitrie

“Simplicity, patience, compassion.
These three are your greatest treasures.
Simple in actions and thoughts, you return to the source of being.
Patient with both friends and enemies, you accord with the way things are.
Compassionate toward yourself, you reconcile all beings in the world.” 
― Lao TzuTao Te Ching

Saya tidak memiliki satupun. Simplicity, patience, compassion. Saya hampir yakin tentang hal itu. Tapi bukan berarti Saya tidak belajar apapun.

Tahun-tahun belakangan ini, banyak hal yang Saya pelajari. Sudah seharusnya. Kalau tidak belajar sesuatu sama sekali pastilah Saya manusia paling bodoh di bumi ini. Karena tumplek–blek (tumplek blek itu kurang lebih artinya adalah tumpah–ruah) itulah terkadang rasanya capek sekali. Bahkan mengobrolpun rasanya terlalu menguras tenaga.

Saya berbincang panjang lebar dengan sahabat tercinta, Rica Safitrie, tentang perubahan. Berbincang panjang lebar seperti di masa lalu, ngobrol bego istilah kami, ngobrol sampe bego. Sampai bego tidak tahu harus ngobrol apa lagi, sampai saling mem-bego-bego-kan satu sama lain, sampai menertawakan diri sendiri karena menyadari ke-bego-an terbaru yang telah dilakukan, dan seterusnya. Itulah ngobrol bego. Aktivitas kami setiap hari, kecuali Rica pulang ke priok atau Saya pergi ke luar kota, sewaktu masih kuliah dulu.

Rabu, 06 Maret 2013

"just kidding"


Saya tidak suka bercanda ketika harus bertukar pikiran (atau mengungkapkan sesuatu dari dalam pikiran Saya). Karena Saya pikir, "Just kidding" is just an excuse to not get in trouble for something that you really wanted to say. Karena itu Saya selalu bersungguh–sungguh ketika mengatakan sesuatu kepada orang lain. Saya berbicara karena memang harus dibicarakan. Apapun yang Saya bicarakan, memang Saya maksudkan untuk Saya bicarakan. Saya akan perhatikan tiap detilnya. Tapi tidak selalu seperti itu, karena toh Saya masih manusia, tidak selalu serapi itu. Sesekali menjadi ceroboh  akan menyisakan kejutan pada akhirnya. One of the advantages of being disorganized is always having surprising discoveries. Cobalah, lalu nikmati saja yang Anda dapat dengan menjadi ceroboh. Selama tidak membunuh Anda, maka pasti ada gunanya.

Suatu ketika misalnya, seseorang berkata bahwa apapun yang ia katakan tidak lebih dari bercanda. Tentu saja hal itu ia katakan setelah waktu berselang. Karena pada suatu ketika yang lain, apapun yang menjadi bahan candaan digugat kembali dalam rangka mempertanyakan keputusan Saya. Dan tentu saja keputusan itu Saya ambil setelah selesai mendengarkan ia ‘bercanda’. Tiba-tiba saja bercanda adalah tidak bercanda.

Sabtu, 23 Februari 2013

pengkhianatan


“Pengkhianatan mampu membuat perut mulas luar biasa.
Tapi itu bagus, membuat kita selalu waspada”.

Anda pasti orang yang sangat beruntung jika Anda pernah mengalami hal ini. Kenapa? Karena rasa pengkhianatan itu sepekat biji kopi yang baru disangrai. Pahit dan meninggalkan rasa asam di akhirnya.

Pengkhianatan, misalnya, adalah ketika seseorang setulus hati mencurahkan segala daya upaya untuk melakukan sesuatu demi seseorang yang lain. Dan ketika seseorang gagal, seseorang menjadi pembual yang paling hina. Dan setelahnya, handai taulan dihimbau untuk berhati-hati pada orang hina tersebut. Bahkan bertahun kemarau akan dihapus oleh hujan sehari.

Cepat atau lambat, kita (semua) akan sampai pada titik tersebut. Suatu perasaan dikhianati. Entah ringan entah berat, entah siapa pelakunya. Bisa dilakukan oleh Anda sendiri, dikhianati oleh diri Anda sendiri. Damn!

Minggu, 17 Februari 2013

menyerah

Pernah mendengar kata menyerah? Atau pernah mengalami saat-saat menyerah? Atau pernah terjebak dalam suatu kondisi yang tidak mengijinkan Anda menyerah meski Anda sangat menginginkannya?
Kalau menurut Saya, ini share aja lho ya bukannya mau maksa, yang namanya ‘menyerah’ itu dua sisi mata uang yang harusnya menjadi kasuistik (dan bukan normatif). Perhatikan kalimat ini bawah ini,


Jumat, 15 Februari 2013

belakangan ini


Belakangan ini Saya lupa password salah satu email saya, akibatnya, Saya tidak bisa menulis di blog ini atau chat. Belakangan ini Saya menyadari bahwa Saya tidak suka perubahan, terkait dengan kebiasaan Saya sehari-hari. Belakangan ini Saya makan banyak, mau gila rasanya berdiri di depan kasir dan membuka dompet untuk pakaian baru. Belakangan ini Saya sering bangun menjelang pagi hanya untuk pipi* karena menjalani program ‘banyak minum banyak rejeki’, benar-benar merepotkan. Belakangan ini ‘anak-anak’ (gerombolan kitten yang asalnya bayi kucing terlantar yang kudisan sana-sini tapi kemudian Saya sayangi sepenuh hati) menjadi rakus gara-gara ganti menu, mungkin titip beli ikan ke tukang sayur adalah solusi terbaik. Belakangan ini Saya memutuskan punya indomare* card demi promo tisue gulung beli satu dapat satu, penting atau tidaknya keputusan itu masih belum jelas sampai sekarang. Belakangan ini Saya berusaha  menghindari makanan pedas, tapi Saya tidak pernah berhasil. Belakangan ini Saya jarang menulis, Saya lebih sering membaca tapi jarang mendapat bahan bacaan. Belakangan ini Saya frustasi karena musim hujan, membayangkan ada orang lain (petani misalnya) yang sangat membutuhkan hujan tidak bisa  lagi menghibur hati. Belakangan ini pekerjaan tidak selalu berjalan baik, mungkin sudah waktunya tidak selalu bekerja #mimpi.

Belakangan ini Saya melakukan beberapa hal tidak berguna, tapi menyenangkan.
Belakangan ini Saya juga melakukan beberapa hal berguna, tapi membosankan.

Belakangan ini banyak hal yang terjadi, karena memang harusnya seperti itu.
Sesuatu hal harus terjadi, untuk sesuatu yang lain pada saatnya nanti.