Saya tidak suka
bercanda ketika harus bertukar pikiran (atau mengungkapkan sesuatu dari dalam
pikiran Saya). Karena Saya pikir, "Just kidding" is just an excuse to not get in trouble for something that you really
wanted to say. Karena itu Saya selalu bersungguh–sungguh ketika mengatakan
sesuatu kepada orang lain. Saya berbicara karena memang harus dibicarakan.
Apapun yang Saya bicarakan, memang Saya maksudkan untuk Saya bicarakan. Saya
akan perhatikan tiap detilnya. Tapi tidak selalu seperti itu, karena toh Saya
masih manusia, tidak selalu serapi itu. Sesekali menjadi ceroboh akan menyisakan kejutan pada akhirnya. One of the advantages of being disorganized is always having
surprising discoveries. Cobalah, lalu
nikmati saja yang Anda dapat dengan menjadi ceroboh. Selama tidak membunuh
Anda, maka pasti ada gunanya.
Suatu ketika
misalnya, seseorang berkata bahwa apapun yang ia katakan tidak lebih dari
bercanda. Tentu saja hal itu ia katakan setelah waktu berselang. Karena pada suatu
ketika yang lain, apapun yang menjadi bahan candaan digugat kembali dalam
rangka mempertanyakan keputusan Saya. Dan tentu saja keputusan itu Saya ambil
setelah selesai mendengarkan ia ‘bercanda’. Tiba-tiba saja bercanda adalah
tidak bercanda.
Dan jika itu
terjadi. Jika seseorang mengatakan sesuatu, lalu terjadi sesuatu, maka sesuatu
tersebut berusaha diperbaiki dengan mengatakan: “Just kidding”. Maka terima
saja, terima saja candaan itu. Akan lebih mudah untuk dihadapi jika diterima
tanpa dipikirkan. Betapapun rumitnya alasan di balik upaya penyederhanaan
tersebut tidak usah dipikirkan. Karena itu Saya tidak suka bercanda. Bercanda
itu terlalu rumit. Memaksa kita berpikir, tapi tidak mendapat sesuatu yang
penting.
Saya suka
klasifikasi, variabel, pola, hipotesa, probabilita..
Apapun itu yang
membuat hidup yang Saya jalani menjadi lebih sederhana, Saya suka. Silahkan
mencibir atau memaki teknik Saya dalam menyederhanakan hidup, Saya tidak
perduli. Hidup Saya rumit dan Saya tidak butuh Anda mengatakan hal yang
sebaliknya. Atau mungkin Anda merasa hidup Anda lebih rumit? Tentu saja Saya
akan bersikeras bahwa kerumitan tersebut pastilah tidak serumit hidup Saya,
hahaha.
Poin Saya
adalah, kita akan selalu melihat segalanya dari sudut pandang tertentu. Lalu
kemudian, kebanyakan dari kita, memaksa orang lain melihat dari sudut pandang
yang sama.
Dan Saya
bersyukur. Bukan bersyukur karena digugat setelah waktu berselang. Saya
bersyukur karena telah mengambil keputusan yang tepat, bercanda atau tidak bercanda,
keputusan adalah komitmen seumur hidup. Untuk dijalani, bukan untuk disesali.
Saya tidak suka dipaksa melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Kenapa Saya harus menjadi repot seperti itu? Meski Saya juga mengakui bahwa
sangat sulit untuk tidak memaksa orang lain berpikir seperti kita berpikir. Hal
seperti itu seringkali terjadi jika kita memang peduli terhadap si orang
tersebut, tapi tentu saja peduli dan ikut campur selalu tipis bedanya meski
jelas berbeda niatnya.
Belum lama,
pertanyaan dari seorang teman membuat kening Saya berkerut. Mempertanyakan
sesuatu yang retoris. Mungkin penting baginya (pada saat itu), tapi tidak ada
gunanya (pada setiap saat dalam setiap aspek kehidupannya). Mungkin juga
pertanyaan itu terlontar untuk sekedar memancing rasa ingin tahu atau (jika
beruntung) reaksi. Saya menjawab, di dalam hati, “In
three words I can sum up everything I've learned about life. It goes on.”
Tidak Saya ucapkan, tidak Saya bicarakan, tidak Saya sampaikan.
Karena Saya tidak ingin terjebak mengatakan, “just kidding” jika suatu saat
nanti perbincangan menjadi terlampau berkepanjangan. I make mistakes, I hurt people, I'm
only a human, sorry I'm not perfect.
Just
when you think it can't get any worse, it can.
And
just when you think it can't get any better, it can.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar