Sudah baca artikel Saya sebelumnya di konflik (bagian pertama) dan konflik (bagian dua)belum? Kalau belum, sebaiknya Anda baca dulu supaya lebih afdol. Karena diperlukan pengetahuan mengenai konflik yang cukup sebelum membaca artikel yang ini #bo’ong :p
Saya tidak punya konsep untuk merumuskan tulisan-tulisan mengenai konflik ini. Seperti tulisan yang Anda baca sekarang, Saya hanya ingin mengobrol, mengalir saja ya..
Pada artikel Saya sebelumnya, Saya katakan bahwa konflik adalah konsekuensi logis dari interaksi manusia. Interaksi di sini dilakukan melalui komunikasi, bisa berupa verbal, atau non-verbal. Baik verbal maupun non-verbal, keduanya merupakan komunikasi yang sarat dengan tanda (sign). Apa itu komunikasi, lalu, apa itu sign? Jadi Saya akan memulai dari sini, Saya jelaskan sedikit mengenai hal ini karena kebetulan komunikasi dan makna tanda (semiotika) adalah salah satu passion Saya.
Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan manusia untuk berinteraksi dengan sesama. Kehidupan akan terasa hampa, apabila tidak ada komunikasi atau interaksi dengan orang lain. Komunikasi dapat difungsikan sebagai sarana untuk mendapatkan, menyebarkan, dan menukar informasi. Dalam berkomunikasi minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat.
Dikatakan minimal, karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu pemahaman atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. (Effendy, 2001: 9)
Komunikasi memiliki sifat simbolik yang berupa tindakan yang dilakukan dengan lambang-lambang, studi mengenai tanda dan segala yang berhubungan dengannya termasuk; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, kemudian pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya dikenal dengan semiotika yaitu ilmu tentang tanda-tanda. (Kriyantono, 2006: 263)